Selasa, 04 Oktober 2016

Cinta Bersujud di Mihrab Taat

Julaibib, demikian ia biasa dipanggil. Sebutan ini sendiri bisa jadi telah menunjukkan ciri jasmani pun kedudukannya di antara manusia; kerdil & rendahan.

Julaibib. Nama yg tidak biasa & tidak komplit. Nama ini, tentu bukan dirinya sendiri yg menghendaki. Tidak juga orangtuanya. Julaibib hadir ke dunia tidak dengan mengetahui siapa ayah & yg mana bundanya. Demikian pun orang-orang, seluruh tidak tahu, atau tidak ingin tahu berkenaan nasab Julaibib. Tak dikenal serta, termasuk juga suku apakah dirinya. Celakanya, bagi penduduk Yatsrib, tidak bernasab & tidak bersuku yaitu cacat kemasyarakatan yg tidak terampunkan.

Julaibib yg tersisih. Tampilan jasmani & kesehariannya serta menggenapkan susahnya manusia berdekat-dekat dengannya. Wajahnya yg buruk terkesan sangar. Pendek. Bungkuk. Hitam. Fakir. Kainnya usang. Pakaiannya lusuh. Kakinya pecah-pecah tidak beralas. Tak ada hunian utk berteduh. Tidur sembarangan berbantalkan tangan, berkasurkan pasir & kerikil. Tak ada perabotan. Minum cuma dari kolam umum yg diciduk dgn tangkupan telapak. Abu Barzah, satu orang pemimpin Bani Aslam, sampai-sampai berbicara berkaitan Julaibib, janganlah� sempat biarkan Julaibib masuk di antara kalian ! Demi Allah apabila ia berani demikian, saya bakal jalankan elemen yg mengerikan padanya !”

Demikianlah Julaibib.

Namun bila Allah berkehendak menurunkan rahmatNya, tidak satu makhlukpun mampu menghalangi. Julaibib berbinar menerima hidayah, & ia senantiasa berada di shaff terdepan dalam shalat ataupun jihad. Meski nyaris seluruhnya orang konsisten memperlakukannya seolah dirinya ga ada, tak demikian dgn Sang Rasul, Sang rahmat bagi semesta alam. Julaibib yg tinggal di shuffah Masjid Nabawi, sebuah hri ditegur oleh Sang Nabi, Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam. ”Ya Julaibib”, demikian lembut ia memanggil, ”Tidakkah engkau menikah ?”

”Siapakah orangnya Ya Rasulallah”, kata Julaibib, yg� ingin menikahkan putrinya dgn diriku ini ?”

Julaibib menjawab dgn terus tersenyum. Tak ada kesan menyesalkan diri atau menyalahkan takdir Allah kepada kata-kata ataupun air mukanya. Rasulullah pun tersenyum. Mungkin memang lah tidak ada ortu yg berkenan terhadap Julaibib. Tapi hri berikutnya, dikala berjumpa dgn Julaibib, Rasulullah menanyakan perihal yg sama. ”Wahai Julaibib, tidakkah engkau menikah ?” Dan Julaibib menjawab dgn jawaban yg sama. demikian, demikian, demikian. Tiga kali. Tiga hri berturut-turut.

Dan di hri ke3 itulah, Sang Nabi menggamit lengan Julaibib selanjutnya membawanya ke salah satu hunian seseorang pemimpin Anshar. saya� mau� kata Rasulullah terhadap si empunya hunian, ”Menikahkan puteri kalian.”

”Betapa indahnya & betapa berkahnya”, demikian si wali menjawab berseri-seri, mengira bahwa Sang Nabi lah calon menantunya. ”Ooh.. Ya Rasulallah, ini sungguh dapat jadi cahaya yg menyingkirkan temaram dari hunian kami.”

”Tetapi bukan untukku”, kata Rasulullah. ”Kupinang puteri kalian buat Julaibib.”

”Julaibib ?”, hampir terpekik ayah sang gadis.

”Ya. Untuk Julaibib.”

”Ya Rasulullah”, terdengar helaan nafas berat. aku� mesti meminta pertimbangan isteri aku menyangkut factor ini.”

”Dengan Julaibib ?”, isterinya berseru. bagaimanakah� mampu? Julaibib yg berwajah lecak, tidak bernasab, tidak berkabilah, tidak berpangkat, & tidak berharta ? Demi Allah tak. Tidak dapat sempat puteri kita menikah dgn Julaibib. Padahal kita sudah menolak beraneka ragam lamaran..”

Perdebatan itu tidak terjadi lama. Sang puteri dari balik tirai berbicara anggun. ”Siapakah yg meminta ?”

Sang ayah & sang ibu menjelaskan.

”Apakah kalian hendak menolak permintaan Rasulullah ? Demi Allah, kirim saya padanya. Dan demi Allah, sebab Rasulullah lah yg meminta, maka tak ada bakal beliau mengambil kehancuran & kerugian bagiku.” Sang perawan shalihah dulu membaca ayat ini
"Dan tidaklah layak bagi lelaki beriman & wanita beriman, bila Allah & RasulNya sudah menetapkan satu buah ketentuan, dapat ada bagi mereka pilihan lain berkaitan urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah & Rasul-Nya maka sungguhlah beliau sudah sesat, sesat yg nyata. (QS Al Ahzab [33]: 36)"

Dan Sang Nabi dgn tertunduk berdoa utk sang perawan shalihah, ”Allahumma shubba ‘alaihima khairan shabban.. Wa la taj’al ‘aisyahuma kaddan kadda.. Ya Allah, limpahkanlah kebaikan atas mereka, dalam kelimpahan yg penuh barokah. Janganlah Kau jadikan hidupnya payah & bermasalah.”

Doa yg indah.

Sungguh kita menggali ilmu dari Julaibib utk tidak merutuki diri, utk tidak menyalahkan takdir, buat menggenapkan pasrah & patuh kepada Allah & RasulNya. Tak gampang jadi orang seperti Julaibib. Hidup dalam pilihan-pilihan yg amat sangat terbatas. Kita pula mencari ilmu lebih tidak sedikit dari perawan yg dipilihkan Rasulullah utk Julaibib. Belajar biar cinta kita berakhir di titik ketaatan. Meloncati rasa gemar & tidak gemar. Karena kita tahu, mentaati Allah dalam aspek yg tidak kita menyukai yaitu kesempatan bagi gelimang pahala. Karena kita tahu, sangat sering ketidaksukaan kita hanyalah terjemah mungil ketidaktahuan. Ia yaitu bidang dari kebodohan kita.

Isteri Julaibib mensujudkan cintanya di mihrab tunduk. Ketika patuh, ia tidak merisaukan kemampuannya.
Memang tentu, ada batas-batas manusiawi yg terlampaui tinggi buat kita lampaui. Tapi apabila kita sudah patuh terhadap Allah, jangan sampai khawatirkan itu lagi. Ia Maha Tahu batas-batas kapabilitas diri kita. Ia takkan membebani kita melebihinya. Isteri Julaibib sudah patuh terhadap Allah & RasulNya. Allah Maha Tahu. Dan Rasulullah sudah berdoa. Mari kita ngiangkan kembali doa itu di telinga. ”Ya Allah”, lirih Sang Nabi, ”Limpahkanlah kebaikan atas mereka, dalam kelimpahan yg penuh barakah. Janganlah Kau jadikan hidupnya payah & bermasalah..”

Alangkah agungnya! Urusan kita sbg hamba memang lah patuh terhadap Allah. Lain tak! Jika kita bertaqwa padaNya, Allah dapat bukakan jalan ke luar dari masalah-masalah yg di luar kuasa kita. Urusan kita yakni patuh pada Allah. Lain tak. Maka sang perawan menyanggupi pernikahan yg hampir tidak sempat diimpikan perawan manapun itu. Juga tidak sempat terbayang dalam angannya. Karena dirinya patuh kepada Allah & RasulNya.

Tetapi bagaimanapun ada keterbatasan daya & upaya terhadap beliau. Ada tekanan-tekanan yg terlampaui berat bagi seseorang perempuan. Dan agungnya, walaupun saat tunduk dirinya tidak memperhitungkan kemampuannya, dia percaya Allah bakal bukakan jalan ke luar jikalau dirinya menabrak dinding karang kesusahan. Ia tunduk. Ia bertindak tidak dengan gubris. Ia percaya bahwa pintu kebaikan dapat senantiasa terbuka bagi sesiapa yg mentaatiNya.
cream pemutih wajah
Maka benarlah doa Sang Nabi. Maka Allah karuniakan jalan ke luar yg indah bagi semuanya. Maka kebersamaan di dunia itu tidak ditakdirkan terlampaui lama. Meski di dunia sang isteri shalihah & bertaqwa, namun bidadari sudah terlampau lama merindukannya. Julaibib lebih dihajatkan langit walaupun tercibir di bumi. Ia lebih layak menghuni surga daripada dunia yg bersikap tidak terlampaui bersahabat kepadanya. Adapun isterinya, kata Anas ibn Malik, tidak satupun perempuan Madinah yg shadaqahnya melampaui beliau, sampai nanti para lelaki mutlak meminangnya.

Saat Julaibib syahid, Sang Nabi demikian kehilangan. Tapi ia bakal mengajarkan sesuatu pada para shahabatnya. Maka Sang Nabi tanya di akhir pertempuran, “Apakah kalian kehilangan seorang ?”

“Tidak Ya Rasulallah !”, serempak sekali. Sepertinya Julaibib memang lah tidak beda ada & tiadanya di kalangan mereka.

“Apakah kalian kehilangan seorang ?”, ia Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tanya lagi. Kali ini wajahnya merah bersemu.

“Tidak Ya Rasullallah !” Kali ini sebahagian menjawab bersama was-was & tidak seyakin tadi. Beberapa menengok ke kanan & ke kiri.

Rasulullah menghela nafasnya. namun� saya kehilangan Julaibib”, kata beliau.

Para shahabat tersadar.

“Carilah Julaibib !”

Maka ditemukanlah beliau, Julaibib yg mulia. Terbunuh dgn luka-luka, seluruh dari arah muka. Di seputaran menjelempah tujuh jasad musuh yg sudah dirinya bunuh.

Sang Rasul, dgn tangannya sendiri mengafani Sang Syahid. Beliau Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam menshalatkannya dengan cara pribadi. Ketika kuburnya digali, Rasulullah duduk & memangku jasad Julaibib, mengalasinya bersama ke-2 lengan dirinya yg mulia. Bahkan juga ia ikut turun ke lahatnya buat membaringkan Julaibib. Saat itulah, kalimat Sang Nabi buat si mayyit dapat menciptakan iri seluruhnya makhluq sampai hri berbangkit. “Ya Allah, dirinya yakni bidang dari diriku. Dan saya merupakan sektor dari dirinya.”

Ya. Pada kalimat itu; tidakkah kita cemburu ?

sepenuh cinta,